Dosen Jika Tak Ingin Di-Blacklist Bila Segera Laporkan Penggunaan Dana Hibah Penelitian
Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek Dikti, Okky
Karna Radjasa mengungkapkan bahwa sampai kini ada 2.000 penelitian yang
belum dilaporkan.
Penelitian terutang ini memiliki batas maksimal sebelum Maret 2017.
Jika belum tuntas hingga periode itu, maka saat mengumumkan riset yang
berhak mendapatkan hibah pada 2017 nanti, nama-nama peneliti yang
terutang akan ditolak untuk mengajukan hibah lagi. Blacklist ini, kata
Okky berlaku maksimal dua tahun. Sanksi ini, menurutnya merupakan sanksi
yang berat bagi peneliti karena geraknya akan terhenti.
“Memang tidak ada sanksi secara hukum pidana, namun ini adalah sanksi
moril yang cukup berat,” jelasnya ketika ditemui di Kampus B
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Jalan Jemursari, Kamis
(5/1/2017).
Itu terpaksa dilakukan karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah
mencium gelagat-gelagat yang tidak benar dari para dosen tersebut.
Bahkan, jika dalam satu lembaga ada banyak dosennya yang melakukan hal
serupa, maka tidak segan-segan , Dikti akan mem-blacklist lembaga
tersebut.
“Ini prosedur yang harus dilakukan para dosen. Karena semua sudah ada
dalam kontrak. Kalau mengingkari, ya kami blacklist,” tambahnya. Okky
mengakui adanya SPJ yang harus diunggah itu memberatkan para dosen.
Karena pekerjaan itu sangat ribet, sehingga konsentrasi dosen bisa
terpecah. Karena itu, di tahun ini, Dikti atas persetujuan Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) memutuskan penelitian atau riset tidak lagi berbasis
aktivitas melainkan dengan sistem output (yang dihasilkan).
“Masih untuk penelitian saja, kalau yang hibah jenis pengabdian masih
butuh laporan SPj. Masih kami usahakan nego ke Kemenkeu,”lanjutnya.
Untuk itu, dosen yang mendapatkan hibah penelitian Dikti tidak lagi
harus melaporkan SPj-nya namun harus menghasilkan sesuatu seperti
proposal yang diajukan.
Misalnya, dalam proposal akan menghasilkan buku pelajaran, maka hal
itu harus diwujudkan. Batas waktunya hingga tiga tahun ke depan. Dalam
hal ini, akan ada tim penilai yang akan mengevaluasi dan mengoreksi
apakah output tersebut sesuai dengan proposal atau tidak. Salah satu
dosen Unusa, Wiwik Afridah mengaku senang apabila riset tidak lagi
dibebani masalah SPj. Dengan demikian para dosen bisa lebih konsentrasi
untuk melakukan penelitian. “Dipermudah. Karena terus terang SPj itu
ribet. Saya senang dengan kebijakan ini,” ungkapnya.
Wiwik yang tahun ini mengajukan tiga judul penelitian ini, berharap
salah satu proposalnya bisa diterima Dikti sehingga bisa mendapatkan
hibah.
“Nunggu sampai Maret. Berharap-harap cemas,” tuturnya.
Sementara itu, Dede Nasrullah, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya mengungkapkan kebijakan kemudahan ini merupakan jawaban atas protes LPPM di masing-masing kampus, baik PTN/S.
Sementara itu, Dede Nasrullah, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya mengungkapkan kebijakan kemudahan ini merupakan jawaban atas protes LPPM di masing-masing kampus, baik PTN/S.
“Sebelumnya Paguyuban LPPM menyikapi ribetnya mekanisme SPj. Misalkan
naik ojek saat penelitian maka kwitansinya harus disertakan dan
di-upload,” ujar pria yang juga menjabat sebagai ketua LPPM UM Surabaya.
Menurutnya, lintas kampus di Jawa Timur melayangkan protes tertulis
ditujukan kepada Dirjen Riset dan Pengabdian Masyarakat, Kemristek
Dikti. Surat disertai tembusan kepada Inspektorat Jenderal Keuangan
Kemristekdikti serta BPK RI.
“Paguyuban LPPM bereaksi atas kebijakan yang merugikan ini. Meski
keberatan namun denda keterlambatan meng-uppload kwitansi dibayar juga.
Kalau hanya satu penelitian yang digarap, denda yang dibayar tidak
seberapa. Kalau satu dosen dapat dana untuk tiga penelitian yang
digarap, bisa-bisa keberatan bayar denda,” terangnya.
Lintas LPPM PTS di Jawa Timur, kata Dede, sebelumnya sudah
konsolidasi mengenai masalah ini. Surat sudah dilayangkan. Khusus UM
Surabaya, surat bernomor: 0740/11.3.AU/A/2016, tanggal 29 Desember 2016
dan ditandatangani Rektor UM Surabaya Sukadiono.
“Selama ini dosen peneliti di Indonesia disibukkan pertanggungjawaban
penggunaan anggaran penelitian yang rumit. Berbeda dengan dosen
peneliti di luar negeri yang setelah fokus ke penelitian dilanjutkan
konsentrasi ke publikasi jurnal internasional terindeks Scopus atau
minimal di jurnal dalam negeri terindeks internasional,” paparnya.
Sumber: http://www.kopertis12.or.id
Sumber: http://www.kopertis12.or.id
Leave a Comment