Dosen Jika Tak Ingin Di-Blacklist Bila Segera Laporkan Penggunaan Dana Hibah Penelitian

screenshot_2017-01-06-03-23-45-1 Dosen Penerima dana hibah Dikti untuk penelitian pada 2016 lalu, diharapkan segera mengunggah Surat Pertanggungjawaban (SPJ) atas dana yang diterimanya. Jika tidak, dosen tersebut akan di-blacklist dan tidak bisa memperoleh dana hibah riset selanjutnya.
Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek Dikti, Okky Karna Radjasa mengungkapkan bahwa sampai kini ada 2.000 penelitian yang belum dilaporkan.
Penelitian terutang ini memiliki batas maksimal sebelum Maret 2017. Jika belum tuntas hingga periode itu, maka saat mengumumkan riset yang berhak mendapatkan hibah pada 2017 nanti, nama-nama peneliti yang terutang akan ditolak untuk mengajukan hibah lagi. Blacklist ini, kata Okky berlaku maksimal dua tahun. Sanksi ini, menurutnya merupakan sanksi yang berat bagi peneliti karena geraknya akan terhenti.
“Memang tidak ada sanksi secara hukum pidana, namun ini adalah sanksi moril yang cukup berat,” jelasnya ketika ditemui di Kampus B Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Jalan Jemursari, Kamis (5/1/2017).
Itu terpaksa dilakukan karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mencium gelagat-gelagat yang tidak benar dari para dosen tersebut. Bahkan, jika dalam satu lembaga ada banyak dosennya yang melakukan hal serupa, maka tidak segan-segan , Dikti akan mem-blacklist lembaga tersebut.
“Ini prosedur yang harus dilakukan para dosen. Karena semua sudah ada dalam kontrak. Kalau mengingkari, ya kami blacklist,” tambahnya. Okky mengakui adanya SPJ yang harus diunggah itu memberatkan para dosen. Karena pekerjaan itu sangat ribet, sehingga konsentrasi dosen bisa terpecah. Karena itu, di tahun ini, Dikti atas persetujuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan penelitian atau riset tidak lagi berbasis aktivitas melainkan dengan sistem output (yang dihasilkan).
“Masih untuk penelitian saja, kalau yang hibah jenis pengabdian masih butuh laporan SPj. Masih kami usahakan nego ke Kemenkeu,”lanjutnya. Untuk itu, dosen yang mendapatkan hibah penelitian Dikti tidak lagi harus melaporkan SPj-nya namun harus menghasilkan sesuatu seperti proposal yang diajukan.
Misalnya, dalam proposal akan menghasilkan buku pelajaran, maka hal itu harus diwujudkan. Batas waktunya hingga tiga tahun ke depan. Dalam hal ini, akan ada tim penilai yang akan mengevaluasi dan mengoreksi apakah output tersebut sesuai dengan proposal atau tidak. Salah satu dosen Unusa, Wiwik Afridah mengaku senang apabila riset tidak lagi dibebani masalah SPj. Dengan demikian para dosen bisa lebih konsentrasi untuk melakukan penelitian. “Dipermudah. Karena terus terang SPj itu ribet. Saya senang dengan kebijakan ini,” ungkapnya.
Wiwik yang tahun ini mengajukan tiga judul penelitian ini, berharap salah satu proposalnya bisa diterima Dikti sehingga bisa mendapatkan hibah.
“Nunggu sampai Maret. Berharap-harap cemas,” tuturnya.
Sementara itu, Dede Nasrullah, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya mengungkapkan kebijakan kemudahan ini merupakan jawaban atas protes LPPM di masing-masing kampus, baik PTN/S.
“Sebelumnya Paguyuban LPPM menyikapi ribetnya mekanisme SPj. Misalkan naik ojek saat penelitian maka kwitansinya harus disertakan dan di-upload,” ujar pria yang juga menjabat sebagai ketua LPPM UM Surabaya.
Menurutnya, lintas kampus di Jawa Timur melayangkan protes tertulis ditujukan kepada Dirjen Riset dan Pengabdian Masyarakat, Kemristek Dikti. Surat disertai tembusan kepada Inspektorat Jenderal Keuangan Kemristekdikti serta BPK RI.
“Paguyuban LPPM bereaksi atas kebijakan yang merugikan ini. Meski keberatan namun denda keterlambatan meng-uppload kwitansi dibayar juga. Kalau hanya satu penelitian yang digarap, denda yang dibayar tidak seberapa. Kalau satu dosen dapat dana untuk tiga penelitian yang digarap, bisa-bisa keberatan bayar denda,” terangnya.
Lintas LPPM PTS di Jawa Timur, kata Dede, sebelumnya sudah konsolidasi mengenai masalah ini. Surat sudah dilayangkan. Khusus UM Surabaya, surat bernomor: 0740/11.3.AU/A/2016, tanggal 29 Desember 2016 dan ditandatangani Rektor UM Surabaya Sukadiono.
“Selama ini dosen peneliti di Indonesia disibukkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran penelitian yang rumit. Berbeda dengan dosen peneliti di luar negeri yang setelah fokus ke penelitian dilanjutkan konsentrasi ke publikasi jurnal internasional terindeks Scopus atau minimal di jurnal dalam negeri terindeks internasional,” paparnya.

Sumber: http://www.kopertis12.or.id

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.