PTN Kurangi Kuota Tanpa Tes, Rapor Tak Sepenuhnya Relevan
Penerimaan mahasiswa baru dari jalur prestasi atau seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri dipatok minimal 30 persen dari daya tampung tiap perguruan tinggi. Kuota ini lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang ditetapkan minimal 40 persen.
Selain itu, kuota siswa kelas XII SMA/SMK yang dapat didaftarkan lewat jalur ini berdasarkan akreditasinya juga diturunkan.
Dalam acara peluncuran seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dan seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) di Jakarta, Jumat (13/1), Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menegaskan, patokan kuota SNMPTN minimal 30 persen, SBMPTN minimal 30 persen, serta ujian mandiri maksimal 30 persen.
“Hal ini mengacu hasil kajian Panitia SNMPTN/SBMPTN. Keputusan untuk pengaturan kuota diserahkan kepada setiap PTN dengan mengacu pada keputusan nasional ini. Daya tampung di tiap PTN harus terpenuhi seratus persen, asal yang ujian mandiri tidak boleh lebih dari 30 persen,” kata Nasir.
Terkait pemanfaatan hasil UN, Nasir mengatakan, karena UN masih diadakan sebagai keputusan pemerintah, hasilnya tetap dipakai sebagai pertimbangan. Namun, sesungguhnya dari hasil kajian yang dilakukan, hasil UN belum menjadi barometer standar yang menggambarkan realitas yang sesungguhnya. “Kami dorong UN terus diperbaiki sehingga kredibel,” kata Nasir.
Ketua Panitia Pusat SNMPTN/SBMPTN 2017 Ravik Karsidi mengatakan, dari hasil pembandingan prestasi mahasiswa yang masuk jalur SNMPTN dan SBMPTN, terlihat yang lewat jalur tulis atau SBMPTN lebih baik dalam capaian indeks prestasi kumulatif (IPK).
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia Herry Suhardiyanto mengingatkan, sekolah agar berhati-hati memberi nilai di rapor siswa. Nilai harus benar-benar menggambarkan kemampuan akademik siswa yang sesungguhnya. Seleksi tanpa tes diadakan sebagai bentuk kepercayaan PTN terhadap sekolah/guru agar dapat memberikan peluang bagi siswa berprestasi masuk PTN. Sebab, PTN butuh mahasiswa berkualitas. “Keputusan mematok minimal 30 persen kuota SNMPTN sudah dikaji secara ilmiah,” kata Herry.
Nilai rapor
Koordinator Tim Evaluasi dan Pengembangan SNMPTN/SBMPTN Iwan Dwiprahasto mengatakan, tim mengkaji 650.000 lebih mahasiswa yang ikut SNMPTN dan SBMPTN selama 5 tahun penyelenggaraan. Tim membandingkan hasil rapor dan nilai UN SMA/SMK dengan nilai IPK mahasiswa hingga semester lima.
Menurut Iwan, secara nasional, nilai rapor siswa SMA/SMK meningkat. Namun, ini tidak tergambar di hasil UN. Dari contoh kajian beberapa mata pelajaran, seperti Matematika, rata-rata nasional rapor dengan nilai UN bisa beda 20 skor.
Iwan memaparkan, mestinya kalau nilai rapor siswa SMA/ SMK baik dan terus meningkat, prestasi belajarnya di kampus juga bagus. Namun, mahasiswa dari jalur SNMPTN yang IPK-nya di atas 2,5-4,0 jumlahnya 30-35 persen lebih rendah dibanding yang lewat jalur SBMPTN. Jika di tahun 2014/2015 dan sebelumnya yang diterima dari jalur SNMPTN minimal 50 persen, lalu di tahun 2016 diturunkan jadi 40 persen, di tahun ini diturunkan jadi minimal 30 persen. (ELN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Januari 2017, di halaman 12 dengan judul “PTN Kurangi Kuota Tanpa Tes”.
Sumber: http://www.kopertis12.or.id/
Leave a Comment